Selasa, 26 Oktober 2010

Analisis Hukum Kasus Praperadilan Penyitaan 12 Kontainer Kayu Olahan di Kabupaten Kubu Raya, Propinsi Kalimantan Barat

Oleh : Zenwen Pador (Probono Lawyer FLEGT, Jakarta)

A. Posisi Kasus

1. Dinas Kehutanan Kubu Raya telah melakukan penyitaan terhadap 12 kontainer kayu olahan yang dibawa dengan tongkang dan ditarik oleh KM Bintang Kapuas III di Sungai Kapuas pada tanggal 14 Februari 2009 sekitar jam 21.00 WIB.
2. Kayu tersebut diduga illegal karena pembawa kayu tak bisa menunjukkan FAKO dan hanya menunjukkan NAKO (Nota Angkatan Kayu Olahan) dan foto copy SAL (Surat Angkutan Lelang) yang diterbitkan Dinas Kehutana Kabupaten Ketapang
3. Polhut Dinas Kehutanan Kubu Raya mengamankan kayu tersebut di gudang PT Alas Kusuma.
4. Untuk memperkuat tindakan PPNS membuat surat tanda terima penyitaan kayu dan berita acara penyitaan, tetapi orang yang dianggap bertanggungjawab terhadap kayu tersebut karena dia yang pertama kali menghadapi PPNS Dishut KKR menyatakan bukan pemilik dan bukan pula orang yang bertanggungjawab terhadap kayu tersebut (H.Robbi) menolak menandatangani Berita Acara.
5. PPNS membuat surat tanda terima penyitaan dan berita acara baru dengan tanggal dan tempat yang sama yang kemudian surat tersebut ditandatangani oleh Adi Anak Meh (Nakhoda Kapal) sebagai orang yang membawa kayu yang diduga illegal tersebut.
6. PPNS Diskut Kubu Raya kemudian meminta persetujuan PN Menpawah dan Ketua PN mengeluarkarkan surat persetujuan atas tindakan penyitaan tersebut.
7. Dishut Kehutanan Kubu Raya digugat praperadilan oleh Mulyadi, Direktur PT Maya Lestari Khatulistiwa yang mengaku sebagai pemilik kayu tersebut. Gugatan praperadilan dilakukan karena Dishut Kubu Raya dinilai telah melakukan penangkapan, pengeledahan dan penyitaan kayu tidak sesuai dengan KUHAP.
8. Dalam sidang praperadilan, hakim berkeyakinan bahwa penyitaan masuk dalam kewenangan praperadilan dan menilai bahwa terdapatnya dua surat tanda terima penyitaan dan berita acara penyitaan dala proses telah menimbulkan kepastian hukum dalam proses pengusutan tersebut
9. Berdasarkan pertimbangan tersebut Hakim Pra Peradilan kemudian menerima permohonan PT Maya sebagian dan menyatakan tindakan penyitaan yang dilakukan Dinas Kehutanan Kubu Raya tidak sesuai dengan KUHAP dan dalam putusannya Hakim Praperadilan memerintahkan termohon untuk mengembalikan 12 kontainer kayu olahan tersebut kepada pemohon (PT Maya Lestari Khatulistiwa)

B. Pertanyaan Hukum
1. Apakah tindakan PT Maya Lestari Khatulistiwa yang mengangkut 12 kontainer kayu olahan dengan hanya dilengkapi oleh Nota Angkutan Kayu Olahan (NAKO) dan foto copy Surat Angkutan Lelang (SAL) adalah perbuatan yang berindikasi tinda pidana kehutanan atau bukan?
2. Apakah keyakinan hakim yang memutuskan bahwa penyitaan masuk dalam kewenangan praperadilan dan menilai bahwa tindak penyitaan oleh Dishutbun Kubu Raya telah sesuai dengan KUHAP?

C. Analisis Hukum atas Penyitaan

Menurut keterangan PT Maya Lestari Khatulistiwa (MLK) 12 kontainer kayu yang mereka bawa adalah hasil lelang yang telah mereka menangkan di kabupaten Ketapang. Bila benar demikian maka menurut pasal 13 ayat (11) Permenhut No.P.55/Menhut-II/2006 menegaskan bahwa setiap pengangkutan kayu hasil lelang temuan, sitaan atau rampasan wajib disertai bersama-sama dengan Surat Angkutan Lelang yang diterbitkan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota setempat dengan menggunakan blanko model DKB. 402.

Selanjutnya Pasal 36 Permenhut yang sama menegaskan pengangkutan KB/KBK/KO/HHBK hasil lelang baik sekaligus maupun bertahap, wajib
disertai dokumen angkutan berupa Surat Angkutan Lelang yang diterbitkan oleh Kepala
Dinas Kabupaten/Kota berdasarkan risalah lelang sesuai jumlah kayu lelang yang akan
diangkut.

Dengan demikian jelas bahwa untuk pengangkutan kayu hasil pelelangan apapun jenisnya baik kayu bulat maupun kayu olahan maka dokumen pengangkutannya adalah Surat Angkutan Lelang (SAL). Pertanyaan berikutnya adalah apakah ketika diperiksa, pihak pengangkut dapat menunjukkan SAL dimaksud.

Berdasarkan informasi di lapangan, ketika diperiksa pihak pembawa angkutan hanya menunjukkan Nota Angkutan Kayu Olahan (NAKO) sebanyak 12 lembar untuk 12 kontainer kayu olahan yang diangkut dan foto copy Surat Angkutan Lelang (SAL).

Dalam perkembangan selanjutnya, khususnya dalam pemeriksaan Pra Peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Mempawah, kuasa hukum PT MLK kemudian dapat mengajukan dokumen SAL sebagai salah satu alat bukti.

Pertanyaannya kemudian, kenapa pada saat diperiksa, pihak pengangkut tidak menunjukkan dokumen SAL yang asli, kenapa hanya foto copy yang ditunjukkan?

Padahal kalau mengacu kepada pasal 13 ayat (11) Permenhut No.P.55/Menhut-II/2006 di atas, jelas disebutkan bahwa setiap pengangkutan kayu hasil lelang temuan, sitaan atau rampasan wajib disertai bersama-sama dengan Surat Angkutan Lelang yang diterbitkan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota setempat dengan menggunakan blanko model DKB. 402.

Keberadaan SAL yang muncul kemudian secara hukum patut dipertanyakan. Dan masih perlu ditelusuri apakah SAL yang diajukan sama dengan foto copy yang sebelumnya ditunjukkan pada saat pemeriksaan awal oleh PPNS di lapangan.
Dengan demikian tindakan awal yang dilakukan oleh PPNS Dinas Kehutanan Kabupaten Kubu Raya secara hukum dapat dibenarkan. Adanya indikasi yang meragukan tentang legal atau tidak legalnya kayu yang dibawa, maka sesuai kewenangannya penyidik dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai hukum acara yang berlaku diantaranya melakukan penyitaan terhadap barang yang dicurigai sebagai hasil atau berkaitan dengan tindak pidana.

D. Analisis Hukum terhadap Praperadilan

Pasal 1 ayat 10 KUHAP menegaskan bahwa Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang :
a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
b. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
c. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Pasal 77 KUHAP kembali menegaskan bahwa pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai ketentuan tang diatur dalam undang-undang ini tentang :
a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Selanjutnya pasal 79 menyebutkan permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.

Sedangkan permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntu umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan enyebutkan alasannya (Pasal 80 KUHAP).

Selanjutnya permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.

Bila dibandingkan ketentuan di atas dengan gugatan praperadilan yang diajukan oleh Mulyadi yang bertindak sebagai direktur PT Maya Lestari Khatulistiwa (MLK), ada beberapa pertanyaan yang dapat diajukan :

1. Dalam kapasitas apakah pemohon mengajukan gugatan praperadilan?
Mengacu kembali kepada ketentuan di atas jelas disebutkan bahwa atas sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan, permohonan praperadilan hanya dapat diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya. Atas dihentikannya penyidikan atau penuntutan, permohonan praperadilan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepntingan. Sedangkan permohonan praperadilan berupa tuntutan ganti kerugian dan atau rehabilitasi atas tidak sahnya penyidikan dan atau penuntutan atau atas sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh tersangka atau kuasanya atau oleh pihak ketiga yang berkepentingan.

Perlu didudukan apakah ketiga permohonan praperadilan diajukan Mulyadi selaku direktur PT MLK sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik. Kalau sudah artinya bisa sebagai tersangka prmohonana praperadilan diajukan. Tetapi memang celah yang paling mungkin adalah permohonan praperadilan memang dapat diajukan paling tidak selaku pihak ketiga yang berkepentingan.

2. Apakah tindakan penyitaan oleh penyidik termasuk dalam kewenangan praperdilan?
Dalam permohonan praperadilan diajukan atas tindakan penangkapan, penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kubu Raya. Dalam putusannya Hakim Praperadilan menilai bahwa penangkapan dan penggeledahan tidak terbukti dilakukan penyidik. Hakim menilai bahwa penyidik telah melakukan penyitaan yang tidak sesuai dengan KUHAP. Hingga kemudian PN Mempawah menerima sebagian permohonan praperadilan dan memerintahkan termohon untuk segera melepaskan 12 kontainer kayu yang mash disita tersebut.

Bila mengacu kepada Bab X bagian kesatu KUHAP jelas bahwa permohonan praperadilan hanya dapat dimohonkan atas :
a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Dengan demikian nampaknya pertimbangan hakim praperadilan tentang penangkapan dan –penggeledahan sudah sesuai dengan KUHAP tetapi menyangkut penyitaan nampaknya hakim praperadilan telah salah menerapkan hukum. Dalam KUHAP jelas tidak disebutkan tindakan penyitaan sebagai salah satu alasan yang dapat dimohonkan dan juga termasuk kewenangan hakim praperadilan.

Memang tersangka dapat mengajukan permohonan ganti kerugian dan atau rehabilitasi dalam praperadilan tetapi hal ini hanya dapat dilakukan seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Ketentuan ini berkaitan dengan pasal 95 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan atau diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasakan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan

Ayat (2) pasal yang sama menyebutkan tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa atas tindakan lain di luar penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan dapat dimohonkan praperadilan dengan tuntutan ganti kerugian tetapi dengan ketentuan bahwa tindakan lain tersebut berada dalam tahapan proses hukum yang sudah jelas, tetap dan final yaitu dihentikannya proses hukum atau hakim telah menyatakan bahwa tersangka tidak bersalah.

Bila sudah jelas bahwa tindakan penyidikan atau penuntutan telah dihentikan dengan dikeluarkan surat penghentian penyidikan (SP3) dan kasusnya tidak diajukan ke pengadilan maka atas segala tindakan yang dilakukan penyidik yang dinilai merugikan tersangka dapat dilakukan tuntutan ganti kerugian dalam permohonan praperadilan. Misalnya salah satu tindakan penyidik adalah melakukan penyitaan. Maka permohonan praperadian berupa tuntutan ganti kerugian dapat diajukan ke pengadilan negeri.

Begitu juga apabila hakim telah memutus bahwa tersangka tidak bersalah dan putusannya telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka gugatan ganti kerugian dapat diajukan ke pengadilan negeri atas segala tindakan yang dialami oleh tersangka/terdakwa selama proses hukum sebelumnya. Menurut pasal 95 ayat (4) KUHAP sedapat mungkin tuntutan ini diperiksa oleh hakim yang sama dengan menyidangkan perkara pidana yang bersangkutan.

E. Kesimpulan

1. Perbuatan PT Maya Lestari Khatulistiwa yang mengangkut 12 kontainer kayu olahan dengan hanya dilengkapi oleh Nota Angkutan Kayu Olahan (NAKO) dan foto copy Surat Angkutan Lelang (SAL) adalah perbuatan yang terindikasi tindak pidana kehutanan.

2. Tindakan awal yang dilakukan oleh PPNS Dinas Kehutanan Kabupaten Kubu Raya secara hukum dapat dibenarkan. Adanya indikasi yang meragukan tentang legal atau tidak legalnya kayu yang dibawa, maka sesuai kewenangannya penyidik dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai hukum acara yang berlaku diantaranya melakukan penyitaan terhadap barang yang dicurigai sebagai hasil atau berkaitan dengan tindak pidana.

3. Hakim Praperadilan telah salah dalam menerapkan hukum.

Penyitaan menurut KUHAP semestinya tidak masuk dalam kewenangan praperadilan. Seseorang memang bisa mengajukan tuntutan ganti kerugian atas tindakan lain yang dialaminya dalam proses hukum tetapi dengan status dan tahapan proses hukum yang sudah final dan selesai, penyidikan atau penuntutan telah dihentikan atau hakim telah memutus bahwa seseorang tersebut tidak bersalah dan putusannya telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar